Sabtu, 17 Maret 2012

KREDIT

Pengertian Kredit
Kredit berasal dari bahasa Yunani, yaitu “credere” atau “credo” yang berarti kepercayaan (trust atau faith). Oleh karena itu dasar dari kegiatan pemberian kredit dari yang memberikan kredit kepada yang menerima kredit adalah kepercayaan.
Transaksi kredit timbul karena suatu pihak meminjam sejumlah uang atau sesuatu yang dipersamakan dengan itu, di mana pihak peminjam wajib melunasi hutangnya atau rekeningnya tersebut pada waktu yang telah ditentukan. Disamping itu kredit pun timbul sebagai akibat adanya transaksi jual beli, dimana pembayarannya ditangguhkan, baik sebagian maupun seluruhnya.
Adapun pengertian kredit menurut UU Perbankan No.7 tahun 1992;
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara suatu perusahaan dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah uang, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.”

Unsur-unsur Kredit
                Unsur-unsur yang terdapat pada transaksi kredit menurut Thomas Suyatno, dkk. (1991;12) antara lain :
1.       Kepercayaan
Keyakinan si kreditur kepada si debitur, bahwa si debitur akan mengembalikan prestasi, baik itu berupa barang, jasa,ataupun uang dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang.
2.       Waktu
Suatu masa atau waktu yang akan memisahkan antar pemberian prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima dimasa yang akan datang. Dengan kata lain berupa jangka waktu pengembalian kredit, dari mulai penyerahan prestasi dari kreditur sampai dengan kembalinya prestasi tersebut kepada kreditur.
3.       Degree of Risk (Tingkat Risiko)
Tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontra prestasi dimasa yang akan datang.
4.       Prestasi
Prestasi yang diberikan dalam melakukan kegiatan kredit, bisa berupa barang, uang atau pun jasa serta segala sesuatu yang dapat mengakibatkan timbulnya transaksi kredit dan mendatangkan piutang atau tagihan bagi kreditur.

Fungsi Kredit
                Adapun fungsi transaksi kredit dalm kehidupan perekonomian menurut Muchdarsyah Sinungan (1991;5) adalah sebagai berikut:
1.       Kredit dapat meningkatkan utilitas (kegunaan) dari uang.
Keberadaan uang atau modal yang disimpan oleh para pemilik uang atau modal pada suatu lembaga keuangan (bank) atau sejenisnya, akan disalurkan oleh lembaga keuangan tersebut kepada sektor-sektor usaha produktif. Hal ini akan meningkatkan kegunaan uang tersebut, yang tadinya sebagai simpanan (tabungan dan deposito), kini dapat dijadikan modal untuk melaksanakan suatu usaha atau proyek.
2.       Kredit meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
Melalui kredit, peredaran uang kartal maupun uang giral akan lebih berkembang karena kredit menciptakan mobilitas usaha sehingga penggunaan uang akan bertambah, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif.
3.       Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusaha
Dengan adanya kredit, pihak peminjam atau yang diberi kredit akan bekerja semaksimal mungkin agar dari uasaha yang dijalaninya dihasilkan keuntungan yang besar sehingga dapat melunasi kredit tersebut.
4.       Kredit sebagai salah satu alat pengendali stabilitas moneter
Kebijakan kredit bisa digunakan untuk menekan laju inflasi, yaitu dengan menyalurkan kredit hanya pada sektor-sektor usaha yang produktif dan sektor prioritas yang secara langsung berpengaruh pada hajat hidup masyarakat.
5.       Kredit sebagai sarana peningkatan pendapatan nasional
Dengan banyaknya pengusaha baik dari industri skala kecil maupun besar yang mendapatkan fasilitas kredit, diharapkan dapat meningkatkan pendapatan mereka dan secara nasional diharapkan akan dapat meningkatkan pendapatan nasional.

Klasifikasi kredit
                Keberadaan kredit menurut Muchdarsyah Sinungan (1991;17) dapat digolongkan menurut beberapa klasifikasi, antara lain:
1.       Menurut jangka waktunya
Menurut jangka waktunya kredit dapat digolongkan ke dalam beberapa klasifikasi, antara lain:
a.       Kredit Jangka Pendek (Short-term loan)
Yaitu jarak yang jangka waktu pengembaliannya kurang dari satu tahun.
b.      Kredit Jangka Menengah (Medium-term loan)
Yaitu kredit yang jangka waktu pengembaliannya satu sampai dengan tiga tahun.
Biasanya kredit ini untuk menambah modal kerja, kredit jangka menengah dapat pula dalam bentuk kredit investasi.
c.       Kredit Jangka Panjang (Long-term loan)
Yaitu kredit yang jangka waktu pengembaliannya melebihi tiga tahun. 

2.       Menurut jaminannya
Menurut jaminannya kredit dapat diklasifikasikan menjadi :
a.       Kredit dengan jaminan (secured loan)
Yaitu kredit yang disertai penyerahan barang jaminan oleh nasabah. Jenis barang jaminan tersebut sangat tergantung pada jenis kredit yang diberikan.
b.      Kredit tanpa jaminan (unsecured loan)
Yaitu kredit yang tidak disertai penyerahan barang jaminan dari nasabah. Jenis kredit ini tidak menggunakan jaminan dalam bentuk fisik, tetapi dalam bentuk bonafiditas dan prospek usaha nasabah yang bersangkutan. Pemberian kredit tanpa jaminan ini dilakukan sepanjang prinsip-prinsip penilaian kredit lainnya telah terpenuhi menurut analisis kredit.

3.       Menurut tujuannya
Menurut tujuannya kredit dapat diklasifikasikan menjadi:
a.       Kredit komersial (commercial loan)
Yaitu kredit yang diberikan untuk memperlancar kegiatan usaha nasabah di bidang perdagangan. Kredit komersial antara lain meliputi kredit leveransir, kredit untuk usaha pertokoan, kredit ekspor dan lain-lain.
b.      Kredit konsumtif (consumer loan)
Yaitu kredit yang diberikan oleh suatu perusahaan untuk memenuhi kebutuhan debitur yang bersifat konsumtif. Contoh : properti (rumah), mobil atau motor dan berbagai barang konsumsi lainnya.
c.       Kredit produktif (productive loan)
Yaitu kredit yang diberikan oleh suatu perusahaan dalam rangka membiayai kebutuhan modal kerja debitur sehingga dapat memperlancar produksi. Contoh : kredit untuk pembelian bahan baku, pembayaran upah, biaya pemasaran dan lain-lain.

4.       Menurut penggunaannya
Menurut penggunaannya kredit dapat digolongkan menjadi :
a.       Kredit modal kerja
Yaitu kredit yang diberikan oleh suatu perusahaan untuk menambah modal kerja debitur, meliputi modal kerja untuk tujuan komersial, industri, kontraktor bangunan dan lain-lain.
b.      Kredit investasi
Yaitu kredit yang diberikan oleh suatu perusahaan kepada perusahaan untuk digunakan dalam melakukan investasi melalui pembelian barang-barang modal.


Selasa, 06 Maret 2012

PERAN LEMBAGA KEUANGAN BANK DAN NON BANK

Peran Bank dalam Pembangunan :

Ø  Penciptaan Uang
Ø  Bank dalam perekonomian memiliki tempat yang amat penting sebagai lembaga yang dapat mempengaruhi kegiatan perekonomian dan bank merupakan pelaku dalam pelaksanaan kebijakan moneter
Ø  Bank Sentral dalam menjalankan kebijakan moneter dengan berbagai instrumen menggunakan bank umum sebagai mediator dalam mempengaruhi jumlah uang beredar melalui kebijakan “reserve requirement”
Ø  Bank Umum memiliki kemampuan meningkatkan atau mengurangi daya beli dalam perekonomian yaitu melalui kebijakan perkreditan
Kebijakan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan uang beredar antara lain :
Ø  Menawarkan tingkat bunga deposito yang tinggi
Ø  Bebas pengusutan asal usul uang yang didepositokan
Ø  Penjaminan oleh Bank Indonesia
Ø  Bebas pajak (PBDR)\
Ø  Pengetatan rahasia bank
Ø  Menaikkan suku bunga pinjaman
Ø  Menetapkan pagu kredit
Ø  Penyaluran kredit yang selektif
Ø  Menetapkan tata cara pemberian kredit perbankan
Ø  Menaikkan cadangan likuiditas
Ø  Ketentuan mengenai CAR, L3 dan LDR
Tugas utama BI adalah menjaga kestabilan nilai rupiah yang tercermin dalam bentuk :
Ø  Nilai tukar rupiah yang stabil
Ø  Tingkat inflasi / deflasi yang relatif rendah
Ø  Sirkulasi pembayaran berjalan lancar
Ø  Pembangunan berjalan lancar
Ø  Masyarakat dalam kehidupan perekonomiannya tidak resah
Ø  Masyarakat internasional mempercayai rupiah
Ø  Pemberian kredit perbankan sesuai dengan peraturan
Bank Indonesia mengatur dan mngawasi Bank-Bank yang ada.Serta menetapkan peraturan, memberikan, dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari Bank.
Tugas Bank Indonesia:
Ø  Dalam bidang perbankkan & perkreditan :
1. Meningkatkan perkembangan yang baik dari urusan kredit& perbankkan.
2. Mengadakan pengawasan terhadap urusan kredit.
3. Membina perbankkan.
4. Meminta laporan dan memeriksa aktivitas bank- bank.

Ø  Dalam bidang hubungan keuangan dengan pemerintah :
1. Sebagai pemegang kas pemerintah.
2. melaksanakan pemindahan uang untuk pemerintah diseluruh wilayah RI.

SEJARAH BANK INDONESIA

Sebelum kedatangan bangsa barat, nusantara telah berkembang menjadi wilayah perdagangan internasional. Pada saat itu terdapat dua jalur perniagaan internasional yang digunakan oleh para pedagang, jalur darat dan jalur laut. Pada masa itu telah terdapat dua kerajaan utama di nusantara yang mempunyai andil besar dalam meramaikan perniagaan internasional, yaitu Sriwijaya dan Majapahit. Dalam maraknya perniagaan tersebut belum ada mata uang baku yang dijadikan nilai standar. Meskipun masyarakat telah mengenal mata uang dalam bentuk sederhana.
Sementara itu pada abad ke-15 bangsa-bangsa Eropa sedang berupaya memperluas wilayah penjelajahannya di berbagai belahan dunia, termasuk Asia dan Nusantara. sejak jatuhnya Konstantinopel ke tangan kekuasaan Turki Usmani (1453), penjelajahan tersebut dipelopori oleh Spanyol dan Portugis yang kemudian diikuti oleh Belanda, Inggris, dan Perancis. Kegiatan penjelajahan tersebut telah mendorong munculnya paham merkantilisme di Eropa pada abad ke 16–17.
Selanjutnya pada akhir abad ke-18 revolusi industri telah berlangsung di Eropa. Kegiatan industri berkembang dan hasil produksi meningkat sehingga mendorong kegiatan ekspor ke wilayah Asia dan Amerika. Pesatnya perdagangan di Eropa memicu tumbuhnya lembaga pemberi jasa keuangan yang merupakan cikal-bakal lembaga perbankan modern, antara lain seperti Bank van Leening di Belanda. Kemudian secara bertahap bank-bank tertentu di wilayah Eropa seperti Bank of England (1773), Riskbank (1809), Bank of France (1800) berkembang menjadi bank sentral.
Munculnya Malaka sebagai emporium perdagangan telah menarik perhatian bangsa Portugis yang akhirnya pada 1511 berhasil menguasai Malaka. Mereka terus bergerak ke arah timur menuju sumber rempah-rempah di Maluku. Di sana Portugis menghadapi bangsa Spanyol yang datang melalui Filipina. Beberapa saat kemudian bangsa Belanda juga berusaha menguasai sumber-sumber komoditi perdagangan di Jawa dan Nusantara. Dengan mengibarkan bendera VOC yaitu perusahaan induk penghimpun perusahaan-perusahaan dagang Belanda, mereka mengukuhkan kekuasaanya di Batavia pada 1619. Untuk memperlancar dan mempermudah aktivitas perdagangan VOC di Nusantara, pada 1746 didirikan De Bank van Leening dan kemudian berubah menjadi De Bank Courant en Bank van Leening pada 1752. Bank van Leening merupakan bank pertama yang beroperasi di Nusantara. Pada akhir abad ke-18, VOC telah mengalami kemunduran, bahkan kebangkrutan. Maka kekuasaan VOC di nusantara diambil alih oleh pemerintah Kerajaan Belanda. Setelah masa pemerintahan Herman William Daendels dan Janssen, Hindia Timur akhirnya jatuh ke tangan Inggris.
Ratu Inggris mengutus Sir Thomas Stamford Raffles untuk memerintah Hindia Timur. Tetapi pemerintahan Raffles tidak bertahan lama, karena setelah usainya perang melawan Perancis (Napoleon) di Eropa, Inggris dan Belanda membuat kesepakatan bahwa semua wilayah Hindia Timur diserahkan kembali kepada Belanda. Sejak saat itu Hindia Timur disebut sebagai Hindia Belanda (Nederland Indie) dan diperintah oleh Komisaris Jenderal (1815–1819) yang terdiri dari Elout, Buyskes, dan van der Capellen. Pada periode inilah berbagai perbaikan ekonomi mulai dilaksanakan di Hindia Belanda. Hingga nantinya Du Bus menyiapkan beberapa kebijakan yang mempersiapkan didirikannya De Javasche Bank pada 1828.
Perkembangan II.
Gagasan pembentukan bank sirkulasi untuk Hindia Belanda dicetuskan menjelang keberangkatan Komisaris Jenderal Hindia Belanda Mr. C.T. Elout ke Hindia Belanda. Kondisi keuangan di Hindia Belanda dianggap telah memerlukan penertiban dan pengaturan sistem pembayaran dalam bentuk lembaga bank. Pada saat yang sama kalangan pengusaha di Batavia, Hindia Belanda, telah mendesak didirikannya lembaga bank guna memenuhi kepentingan bisnis mereka. Meskipun demikian gagasan tersebut baru mulai diwujudkan ketika Raja Willem I menerbitkan Surat Kuasa kepada Komisaris Jenderal Hindia Belanda pada 9 Desember 1826. Surat tersebut memberikan wewenang kepada pemerintah Hindia Belanda untuk membentuk suatu bank berdasarkan wewenang khusus berjangka waktu, atau lazim disebut oktroi.
Dengan surat kuasa tersebut, pemerintah Hindia Belanda mulai mempersiapkan berdirinya DJB. Pada 11 Desember 1827, Komisaris Jenderal Hindia Belanda Leonard Pierre Joseph Burggraaf Du Bus de Gisignies mengeluarkan Surat Keputusan No. 28 tentang oktroi dan ketentuan-ketentuan mengenai DJB. Kemudian pada 24 Januari 1828 dengan Surat Keputusan Komisaris Jenderal Hindia Belanda No. 25 ditetapkan akte pendirian De Javasche Bank (DJB). Pada saat yang sama juga diangkat Mr. C. de Haan sebagai Presiden DJB dan C.J. Smulders sebagai sekretaris DJB.
Oktroi merupakan ketentuan dan pedoman bagi DJB dalam menjalankan usahanya. Oktroi DJB pertama berlaku selama 10 tahun sejak 1 Januari 1828 sampai 31 Desember 1837 dan diperpanjang sampai dengan 31 Maret 1838. Pada periode oktroi keenam, DJB melakukan pembaharuan akte pendiriannya di hadapan notaris Derk Bodde di Jakarta pada 22 Maret 1881. Sesuai dengan akte baru DJB, status bank diubah menjadi Naamlooze Vennootschap (N.V.). Dengan perubahan akte tersebut, DJB dianggap sebagai perusahaan baru. Oktroi kedelapan adalah oktroi DJB terakhir hingga berlakunya DJB Wet pada 1922. Pada periode oktroi terakhir ini, DJB banyak mengeluarkan ketentuan baru dalam bidang sistem pembayaran yang mengarah kepada perbaikan bagi lalu lintas pembayaran di Hindia Belanda. Oktroi kedelapan berakhir hingga 31 Maret 1921 dan hanya diperpanjang selama satu tahun sampai dengan 31 Maret 1922.
Perkembanngan III..
Pada 31 Maret 1922 diundangkan De Javasche Bankwet 1922 (DJB Wet). Bankwet 1922 ini kemudian diubah dan ditambah dengan UU tanggal 30 April 1927 serta UU 13 November 1930. Pada dasarnya De Javasche Bankwet 1922 adalah perpanjangan dari oktroi kedelapan DJB yang berlaku sebelumnya. Masa berlaku Bankwet 1922 adalah 15 tahun ditambah dengan perpanjangan otomatis satu tahun, selama tidak ada pembatalan oleh gubernur jenderal atau pihak direksi. Pimpinan DJB pada periode DJB Wet adalah direksi yang terdiri dari seorang presiden dan sekurang-kurangnya dua direktur, satu di antaranya adalah sekretaris. Selain itu terdapat jabatan presiden pengganti I, presiden pengganti II, direktur pengganti I, dan direktur pengganti II. Penetapan jumlah direktur ditentukan oleh rapat bersama antara direksi dan dewan komisaris. Pada periode ini DJB terdiri atas tujuh bagian, di antaranya bagian ekonomi statistik, sekretaris, bagian wesel, bagian produksi, dan bagian efek-efek.
Pada periode ini DJB berkembang pesat dengan 16 kantor cabang, antara lain: Bandung, Cirebon, Semarang, Yogyakarta, Surakarta, Surabaya, Malang, Kediri, Kutaraja, Medan, Padang, Palembang, Banjarmasin, Pontianak, Makassar, dan Manado, serta kantor perwakilan di Amsterdam, dan New York. DJB Wet ini terus berlaku sebagai landasan operasional DJB hingga lahirnya Undang-undang Pokok Bank Indonesia 1 Juli 1953.
Perkembangan IV
Pecahnya Perang Dunia II di Eropa terus menjalar hingga ke wilayah Asia Pasifik. Militer Jepang segera melebarkan wilayah invasinya dari daratan Asia menuju Asia Tenggara. Menjelang kedatangan Jepang di Pulau Jawa, Presiden DJB, Dr. G.G. van Buttingha Wichers, berhasil memindahkan semua cadangan emasnya ke Australia dan Afrika Selatan. Pemindahan tersebut dilakukan lewat pelabuhan Cilacap. Setelah menduduki Pulau Jawa pada bulan Februari-Maret 1942, tentara Jepang memaksa penyerahan seluruh aset bank kepada mereka. Selanjutnya, pada bulan April 1942, diumumkan suatu banking-moratorium tentang adanya penangguhan pembayaran kewajiban-kewajiban bank. Beberapa bulan kemudian, pimpinan tentara Jepang untuk Pulau Jawa, yang berada di Jakarta, mengeluarkan ordonansi berupa perintah likuidasi untuk seluruh bank Belanda, Inggris, dan beberapa bank Cina. Ordonansi serupa juga dikeluarkan oleh komando militer Jepang di Singapura untuk bank-bank di Sumatera, sedangkan kewenangan likuidasi bank-bank di Kalimantan dan Great East diberikan kepada Navy Ministry di Tokyo.
Fungsi dan tugas bank-bank yang dilikuidasi tersebut, kemudian diambil alih oleh bank-bank Jepang, seperti Yokohama Specie Bank, Taiwan Bank, dan Mitsui Bank, yang pernah ada sebelumnya dan ditutup oleh Belanda ketika mulai pecah perang. Sebagai bank sirkulasi di Pulau Jawa, dibentuklah Nanpo Kaihatsu Ginko yang melanjutkan tugas tentara pendudukan Jepang dalam mengedarkan invansion money yang dicetak di Jepang dalam tujuh denominasi, mulai dari satu hingga sepuluh gulden. Sampai pertengahan bulan Agustus 1945, telah diedarkan invansion money senilai 2,4 milyar gulden di Pulau Jawa, 1,4 milyar gulden di Sumatera, serta dalam nilai yang lebih kecil di Kalimantan dan Sulawesi. Sejak tanggal 15 Agustus 1945, juga masuk dalam peredaran senilai 2 milyar gulden, yang sebagian berasal dari uang yang ditarik dari bank-bank Jepang di Sumatera serta sebagian lagi dicuri dari De Javasche Bank Surabaya dan beberapa tempat lainnya. Hingga bulan Maret 1946, jumlah uang yang beredar di wilayah Hindia Belanda berjumlah sekitar delapan milyar gulden. Hal tersebut menimbulkan hancurnya nilai mata uang dan memperberat beban ekonomi wilayah Hindia Belanda.
Perkembangan V.
Setelah Jepang menyerah pada 15 Agustus 1945, Indonesia segera memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Keesokan harinya, pada 18 Agustus 1945 telah disusun Undang-Undang Dasar 1945. Dalam penjelasan UUD 1945 Bab VIII pasal 23 Hal Keuangan yang menyatakan cita-cita membentuk bank sentral dengan nama Bank Indonesia untuk memperkuat adanya kesatuan wilayah dan kesatuan ekonomi-moneter. Sementara itu dengan membonceng tentara Sekutu, Belanda kembali mencoba menduduki wilayah yang pernah dijajahnya. Maka dalam wilayah Indonesia terdapat dua pemerintahan yaitu: pemerintahan Republik Indonesia dan pemerintahan Belanda atau Nederlandsche Indische Civil Administrative (NICA). Selanjutnya NICA membuka akses kantor-kantor pusat Bank Jepang di Jakarta dan menugaskan DJB menjadi bank sirkulasi mengambil alih peran Nanpo Kaihatsu Ginko. Tidak lama kemudian DJB berhasil membuka sembilan cabangnya di wilayah-wilayah yang dikuasai oleh NICA. Pembukaan cabang-cabang DJB terus berlanjut seiring dengan dua agresi militer yang dilancarkan Belanda kepada Indonesia. Sementara itu di wilayah yang dikuasai oleh Republik Indonesia, dibentuk Jajasan Poesat Bank Indonesia (Yayasan Bank Indonesia) yang kemudian melebur dalam Bank Negara Indonesia sebagai bank sirkulasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2/1946. Namun demikian situasi perang kemerdekaan dan terbatasnya pengakuan dunia sangat menghambat peran BNI sebagai bank sirkulasi. Namun demikian pada 30 Oktober 1946, pemerintah dapat menerbitkan Oeang Repoeblik Indonesia (ORI) sebagai uang pertama Republik Indonesia. Periode ini ditutup dengan Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949 yang memutuskan DJB sebagai bank sirkulasi untuk Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Bank Negara Indonesia sebagai bank pembangunan.
Perkembangan VI.
Pada Desember 1949, Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia sebagai bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS). Pada saat itu, sesuai dengan keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB), fungsi bank sentral tetap dipercayakan kepada De Javasche Bank (DJB). Pemerintahan RIS tidak berlangsung lama, karena pada tanggal 17 Agustus 1950, pemerintah RIS dibubarkan dan Indonesia kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pada saat itu, kedudukan DJB tetap sebagai bank sirkulasi. Berakhirnya kesepakatan KMB ternyata telah mengobarkan semangat kebangsaan yang terwujud melalui gerakan nasionalisasi perekonomian Indonesia. Nasionalisasi pertama dilaksanakan terhadap DJB sebagai bank sirkulasi yang mempunyai peranan penting dalam menggerakkan roda perekonomian Indonesia. Sejak berlakunya Undang-undang Pokok Bank Indonesia pada tanggal 1 Juli 1953, bangsa Indonesia telah memiliki sebuah lembaga bank sentral dengan nama Bank Indonesia.
Sebelum berdirinya Bank Indonesia, kebijakan moneter, perbankan, dan sistem pembayaran berada di tangan pemerintah. Dengan menanggung beban berat perekonomian negara pasca perang, kebijakan moneter Indonesia ditekankan pada peningkatan posisi cadangan devisa dan menahan laju inflasi. Sementara itu, pada periode ini, pemerintah terus berusaha memperkuat sistem perbankan Indonesia melalui pendirian bank-bank baru. Sebagai bank sirkulasi, DJB turut berperan aktif dalam mengembangkan sistem perbankan nasional terutama dalam penyediaan dana kegiatan perbankan. Banyaknya jenis mata uang yang beredar memaksa pemerintah melakukan penyeragaman mata uang. Maka, meski hanya untuk waktu yang singkat, pemerintah mengeluarkan uang kertas RIS yang menggantikan Oeang Republik Indonesia dan berbagai jenis uang lainnya. Akhirnya, setelah sekian lama berlaku sebagai acuan hukum pengedaran uang di Indonesia, Indische Muntwet 1912 diganti dengan aturan baru yang dikenal dengan Undang-undang Mata Uang 1951.